Dengan Hormat,
Sebagaimana tertuang dalam keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial dengan Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim. Dimana pada pembukaan mengatakan “ Pengadilan yang mandiri, Netral (tidak memihak), kompoten, transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan condition sine qua non atau persyaratan mutlak dalam Negara yang berdasarkan hukum.
Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Sulawesi Utara sebagai sebuah Organisasi Non Pemerintah (LSM), mengapresiasi Langkah Komisi Yudisial Republik Indonesia dengan positif dalam rangkah mewujudkan Peradilan yang Bersih, pada kesempatan ini GERAK akan menyampaikan Laporan kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia sehubungan sebuah proses Hukum yang tidak adil, Netral, transparan serta berwibawa hukum yang di pertotonkan dengan telanjang di hadapan rakyat oleh Hakim di Pengadilan Negeri Manado. Kasus Dugaan SPPD fiktif Dr. Elly Engelbert Lasut, ME (Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud) agar dapat lebih jelas dapat kami sajikan kronologis Kasus sebagai Berikut:
A. Tinjauan Umum: (sebuah proses Kriminalisasi Hukum)
1. Dr. Elly Engelbert Lasut, ME (Bupati Kabupaten Talaud 2 Periode) mempersiapkan diri dalam mengikuti Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara yang akan di laksanakan pada 03 Agustus 2010.
2. Akhir Tahun 2009 (Desember) Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara lewat keterangan Pers-nya menyapaikan akan ada kasus spektakuler di Sulawesi Utara yang melibatkan orang penting di Sulawesi Utara.
3. Pada Minggu Pertama Januari 2011 di mulai dilaksanakan Penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara di Kabupaten Kepulauan Talaud. Saat penyelidikan ini juga dimulai tawaran, ancaman kepada Dr. Elly Engelbert Lasut, ME dan beberapa orang dekatnya agar menghentikan langkah untuk ikut dalam PILKADA Gubernur Sulawesi Utara.
4. Bulan Februari 2011 pada Minggu pertama pihak kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara kemudian menetapkan Dr. Elly Engelbert Lasut, ME sebagai tersangka Kasus SPPD Fiktif.
5. Situasi Politik di Sulawesi kian memanas ketika di temukan juga rekaman tentang konspirasi PILKADA Gubernur Sulawesi Utara yang dengan gamblang dapat di dengar di duga kuat suara beberapa pejabat penting di Sulawesi Utara dan Pejabat KPU pusat (yang saat ini terjerat pula dengan kasus Mafia Pemilu dan Pemalsuan Putusan MK).
6. Setelah di periksa beberapa kali Dr. Elly Engelbert Lasut, ME., tidak dilakukan penahanan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, namun menjelang Kampanye Pilkada Gubenur pihak Kejaksaan terkesan dengan tergesa-gesa segera melakukan penahanan.
7. Kemudian atas Penahanan ini maka Pihak Dr. Elly Engelbert Lasut, ME., melakukan perlawanan hukum dengan proses Pra-Peradilan hasilnya Hakim Pra-Peradilan memenangkan Permohonan Pemohon (Dr. Elly Engelbert Lasut,ME.), sangat di sayangkan dan menjadi pertanyaan rakyat yang melek hokum karena putusan ini tak dapat di eksekusi.
B. TINJAUAN GERAK PADA PUTUSAN HAKIM PN MANADO:
1. Pada putusan ini tidak menyebutkan Pasal yang dilanggar oleh terdakwa, majelis Hakim hanya menyebutkan undang-undangnya saja, karena pasal-pasal yang digunakan Jaksa penuntut Umum (JPU) sebenarnya pasal tersebut untuk pejabat Pengelola Keuangan Daerah/Bendahara, Bukan untuk Bupati sebagai Pejabat pembuat kebijakan, sehingga sekali lagi saya katakan bahwa Majelis Hakim Yang Mulia tidak menyebutkan pasal-pasal tersebut dalam putusan. (Ex: dalam putusan tidak disebutkan pasal yang melarang pencairan dana per-triwulan, karena sebenarnya tidak ada peraturan yang melarang hal tersebut, dan dalam tuntutan JPU juga tidak menyebutkan pasal yang melarang pencairan dana per-triwulan. Sehingga dengan tidak disebutkannya pasal-pasal yang dilanggar, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP (putusan Pidana harus memuat pasal yang menjadi dasar hukum putusan) dan bertentangan dengan Asas Legalitas)
2. Mengenai PERMENKEU No. 7/2003 yang sudah dinyatakan tidak berlaku, namun masih di gunakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), maupun oleh Majelis Hakim yang Mulia dalam putusannya.
3. Keliru pertimbangan Hakim yang menyatakan perbuatan melawan Hukum Terdakwa adalah karena memerintahkan untuk penarikan dan penyerahan secara tunai maupun yang ditransfer, Karena: Kewenangan memerintah serta membuat kebijakan jelas dibolehkan menurut pasal 156 UU No. 32/2004 dan pasal 5 PP 58/2005 yang jelas menyatakan Bupati memiliki kewenangan untuk memerintah serta menetapkan kebijakan APBD, dan sesuai bukti dan Saksi dana tersebut Memang dipergunakan untuk kegiatan dinas dan bukan untuk pribadi.
4. Majelis Hakim telah menyatakan sependapat dengan pendapat Prof. Andi Hamzah bahwa biar saja pencairan dana per-triwulan asalkan benar digunakan untuk kegiatan dinas,tetapi Hakim “mempertanyakan” dalam hal ini Hakim ragu apakah uang tersebut seluruhnya benar digunakan???...sehingga kalau Hakim ragu/tidak yakin, seharusnya dinyatakan Tidak terbukti secarah sah dan meyakinkan, karena Hakim juga tidak dapat membuktikan bahwa uang digunakan untuk kepentingan pribadi. Karena Pasal 183 KUHAP menyatakan Hakim harus yakin dalam
5. secarah sah dan meyakinkan, karena Hakim juga tidak dapat membuktikan bahwa uang digunakan untuk kepentingan pribadi. Karena Pasal 183 KUHAP menyatakan Hakim harus yakin dalam
menyatakan Terdakwa bersalah, selain itu telah dikutip beberapa pendapat ahli yang mendukung hal tersebut. Keraguan yang dikaitkan karena administrasi tidak sesuai prosedur, hal tersebut bukan perbuatan dan tanggung jawab Bupati dan ini semua telah terungkap menjadi fakta persidangan yang telah diakui/dibenarkan oleh Hakim.
6. “Memperkaya Diri sendiri dan atau Orang lain”….. dari Kalimat ….”berapapun besarnya” jelas telah memperlihatkan bahwa Hakim ragu-ragu dalam menyatakan unsur ini terbukti, karena tidak ada bukti yang menunjukkan Bupati telah mengambil keuntungan dirinya sendiri ataupun memperkaya orang lain. Berdasarkan UU No. 1/2004 pasal 1 ayat (22), PP No. 58/2005, Yurisprudensi (Putusan MA) No. 386 K/PID/ serta pendapat Ahli Prof. Andi Hamzah dan DR. Margarito Kamis, MH. Menjelaskan bahwa: harus ada bukti secara pasti terdakwa atau orang lain memperoleh sejumlah Uang atau benda, dan juga jumlah kerugian Negara harus pasti/tidak boleh “berapa pun besarnya”. Selain itu dalam putusannya halaman 539 Hakim jelas menyatakan secara materiil uang digunakan untuk perjalanan dinas, sehingga tidak benar jika Bupati memperkaya diri sendiri. Mengenai pertimbangan “terbukti secara formil uang berpindah ke THIO HOA SAN, DAVID BUSTAN, GD-OTA sehingga secara langsung atau tidak langsung telah memperkaya orang lain”, adalah keliru karena secara materiil (Fakta persidangan) bias dibuktikan bahwa uang tersebut digunakan untuk kegiatan dinas bukan untuk pribadi, dan dalam hokum pidana yang dicari adalah Kebenaran Materiil, bukan kebenaran Formil.
7. Tentang “KERUGIAN NEGARA” adalah Keliru pendapat Hakim yang menyatakan pasal 1 ayat (22) UU No. 1/2004 (tentang kerugian Negara harus Pasti), SULIT diterapkan dalam perkara ini, karena sebenarnya jika Hakim mau menerapkan pasal tersebut maka unsur memperkaya diri sendiri dan atau orang lain dan unsur kerugian Negara pasti tidak terpenuhi, karena dalam pertimbangan Hakim pada unsure memperkaya diri sendiri dan kerugian Negara sangat terlihat ragu-ragu/Tidak bias memastikan apakah benar Terdakwa telah memperkaya diri sendiri ataupun Orang lain, berapa jumlah uang yang dinikmati terdakwa dan dalam bentuk apa.
Dalam persidangan Jaksa mempermasalahkan ada 27 SPPD fiktif dan menuntut uang pengganti Rp. 5.500.000.000,- padahal ke-27 SPPD tersebut jumlahnya hanya berkisar kira-kira Rp. 1.000.000.000, Namun yang “katanya fiktif” tersebut itu juga akhirnya dapat dibuktikan Oleh Terdakwa/Bupati kegiatan/perjalanan Dinas tersebut memang dilaksanakan, dan yang memalsukan SPPD tersebut adalah saksi Lenny R. Takarendehang tanpa sepengaetahuan Bupati (Ini juga telah diakui oleh Majelis Hakim yang Mulia pada putusan Halaman 517). Pada Putusan ini Juga bahwa terlihat adanya Kontradiksi pertimbangan Hukum, dilihat dalam halaman 526 secara tegas mengatakan bahwa pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Daerah bukan tanggung jawab Bupati, tapi dalam pertimbangan lainnya masih mengkait-kaitkan tentang pertanggung jawaban tidak sesuai prosedur seakan-akan menjadi kesalahan Bupati/terdakwa. Dalam halaman 526 alinea 1 dan 4 mempertanyakan apakah dana benar telah digunakan seluruhnya, padahal dalam pertimbangan halaman 522,523,539 menyatakan secara materiil uang yang diterima Bupati telah digunakan seluruhnya untuk kegiatan Dinas.
8. Harusnya Persidangan yang mulia memeriksa kembali Saksi Lenny R. Takarendehang, karena Hakim tidak mempertimbangkan Bukti-bukti (rekening pribadi Lenny R. Takarendehang) yang di Duga Kuat membuat dokumen fiktif untuk menutupi uang yang ada dalam rekening pribadinya. Permohonan Bupati Dr. Elly Engelbert Lasut ME. Agar persidangan memeriksa kembali data-data asli yang telah disita penyidik TIDAK di kabulkan/diperlihatkan dalam persidangan ini.
Melihat fakta-fakta diatas maka Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Sulawesi Utara meminta kepada yang Terhormat Ketua Komisi Yudisial agar:
Segera Menyelidiki Hakim PN manado yang memutuskan perkara yang dimaksud, yang di duga sarat dengan konspirasi sehingga mengabaikan asas-asas penegakkan supremasi Hukum di Indonesia.
Demikian surat ini kami buat dengan harapan dapat segera mendapat perhatian yang serius, atas perhatiannya sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terimakasih.
Manado, 12 Juli 2011
Gerakan Rakyat Anti Korupsi
Sulawesi Utara
Jimmy R. Tindi
Direktur Executif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar